SISTEM PENANGGALAN
(MASEHI, HIJRIAH, JAWA, SUNDA, DAN
KOLENJAR)
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Kebantenan
Dosen
Pengampu : Weny Widiyawati Bastaman, M.Pd.
Disusun
oleh,
Kelompok
2 :
Nadiatus
Sholehah
Nuhiyah
Nurul Fajria Faradilla
Nursyiam Eka
Handayani
Widiawati
|
2288150009
2288150010
2288150025
2288150033
2288150037
|
JURUSAN
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
OKTOBER,
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah karena telah
memberikan limpahan nikmat dan karuniaNya,
Sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan Makalah “Sistem Penanggalan (Masehi,
Hijriah, Jawa, Sunda, Dan Kolenjar)” ini. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang kita
nantikan syafa’atnya di yaumul akhir nanti.
Penyusunan
makalah ini di dasari pada tinjauan pustaka. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas Mata Kuliah Studi Kebantenan. Pada kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih kepada Ibu Weny
Widiyawati Bastaman, M.Pd. selaku Dosen Mata Kuliah Studi
Kebantenan dan semua pihak yang telah
memberikan bantuannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu, Kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Serang, Oktober 2016
Penyusun
|
i
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3
Tujuan............................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1.
Sistem
Penanggalan Masehi........................................................................... 3
2.2.
Sistem Penanggalan
Hijriah............................................................................ 8
2.3.
Sistem
Penanggalan Jawa............................................................................. 16
2.4.
Sistem
Penanggalan Sunda........................................................................... 23
2.5.
Sistem
Penanggalan Kolenja........................................................................ 24
BAB
III KESIMPULAN....................................................................................... 32
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................ 33
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebuah
kalender adalah sebuah sistem untuk memberi nama pada sebuah periode waktu
(seperti hari sebagai contohnya). Nama-nama ini dikenal sebagai tanggal
kalender. Tanggal ini bisa didasarkan dari gerakan-gerakan benda angkasa
seperti matahari dan bulan. Kalender juga dapat mengacu kepada alat yang
mengilustrasikan sistem tersebut (sebagai contoh, sebuah kalender dinding).
Dalam
KBBI, kalender adalah daftar hari dan bulan dalam setahun; penanggalan;
almanak; takwim. Yang artinya bahwa kalender dipergunakan sebagai alat yang
menjadi penanda perubahan yang sehari-hari kita kenal sebagai waktu.Sedangkan
waktu itu sendiri adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau
keadaan berada atau berlangsung. Sehingga apabila kita perhatikan serangkaian
keadaan tersebut, kita memerlukan adanya patokan-patokan, sehingga kita bisa
memahaminya. Oleh karena itu kita mengenal ada penanda waktu seperti hari,
tanggal, jam menit, detik dan sebagainya. Akan tetapi, bagaimana penanda waktu
tersebut bisa terbentuk? Sistem waktu yang dipergunakan saat ini merupakan
hasil dari studi astronomi yang telah dilakukan semenjak adanya peradaban
manusia di muka Bumi ini, dan oleh karena itu, astronomi berperanan penting
dalam menyusun Sistem Kalender.
Sistem
penanggalan Indonesia pada umumnya berdasarkan kalender Masehi. Semua orang
sudah lazim menggunakannya. Tetapi sebenarnya, beberapa etnis atau agama di
tanah air kita ini memiliki sistem kalender tersendiri yang mereka aplikasikan
hingga kini.
Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa sistem penanggalan atau kalender yang ada di
Indonesia, diantaranya : Sistem penanggalan Masehi, Hijriah, Sunda, Jawa dan Kolenja.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Sistem Penanggalan Masehi?
2.
Bagaimana
Sistem Penanggalan Hijriah?
3.
Bagaimana
Sistem Penanggalan Jawa?
4.
Bagaimana
Sistem Penanggalan Sunda?
5.
Bagaimana
Sistem Penanggalan Kolenjar?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Sistem Penanggalan Masehi
2.
Untuk
mengetahui Sistem Penanggalan Hijriah
3.
Untuk
mengetahui Sistem Penanggalan Jawa
4.
Untuk
mengetahui Sistem Penanggalan Sunda
5.
Untuk
mengetahui Sistem Penanggalan Kolenjar
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Sistem Penanggalan Masehi
a.
Sejarah
sistem penanggalan Masehi
Kalender
Masehi adalah kalender yang mulai digunakan oleh umat Kristen awal. Mereka
berusaha menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan
(tahun 1). Namun untuk penghitungan tanggal dan bulan mereka mengambil kalender
bangsa Romawi yang disebut kalender Julian (yang tidak akurat) yang telah
dipakai sejak 45 SM, mereka hanya menetapkan tahun 1 untuk permulaan era ini.
Perhitungan tanggal dan bulan pada Kalender Julian lalu disempurnakan lagi pada
tahun pada tahun 1582 menjadi kalender Gregorian. Penanggalan ini kemudian
digunakan secara luas di dunia untuk mempermudah komunikasi.
Kata
Masehi (disingkat M) dan Sebelum Masehi (disingkat SM) berasal dari bahasa Arab
(المسيØ), yang berarti "yang membasuh,"
"mengusap" atau "membelai." (lihat pula Al-Masih)Dalam
bahasa Inggris penanggalan ini disebut "Anno Domini" / AD (dari
bahasa Latin yang berarti "Tahun Tuhan kita") atau Common Era / CE
(Era Umum) untuk era Masehi, dan "Before Christ" / BC (sebelum
[kelahiran] Kristus) atau Before Common Era / BCE (Sebelum Era Umum).
Sistem
kalender Masehi adalah salah satu system penanggalan yang dibuat berdasarkan
pada peredaran bumi mengelilingi matahari (syamsiah solar system) yang
penaggalannya dimulai semenjak kelahiran Nabi Isa Almasih as. (sehingga disebut
Masehi ;Masihi). Nama lain dari kalender ini adalah kalender Milladiah
(kelahiran).Penanggalan masehi atau miladi di perkenalkan dan diproklamirkan
oleh keraja romawi. Dalam sejarah, kerajaan romawi didirikan oleh raja romolus pada tanggal 21 april 753 SM.
Kalender pada saat itu adalahkalender
sepuluh bulan dengan 304 hari dalam satu tahun yaitu mulai bulan maret dan
berakhir pada bulan desember ditambah dua bulan tanpa nama. Secara lengkap
urutannya adalah Martinus, kemudian Aprilis, Majus, Junius, Quintilis,
Sextilis, September, October, Nopember, December.Raja berikutnya, numa
pompilius memindahkan dua bulan yang tak bernama itu sebagai awal bulan yang
dan menamakannya sebagai bulan januarius dan pebruarius dalam satu berjumlah
355 hari.Kemudian pada tahun 46 masehi,
Kaisar Romawi yang terkenal Julius
Caesar atas nasehat Sosigenas (Astronom Iskandaria) memperbaiki sistem
penanggalan tersebut dengan berdasar rotasi bumi terhadap Matahari, yaitu
jumlah hari rata-rata dalam satu tahun syamsiyah bukan 355 tetapi sebanyak 365
hari dan 1/4hari. Dari ¼ hari yang
terkumpul setiap tahunnya kemudian ditambahkan setiap empat tahun sekali ke
dalam perhitungan tahun yang ke empat tersebut, yang dikenal dengan nama tahun
Kabisat.. Bulan yang kelima (Quintilis) dan ke enam (Sextilis) namanya diubah
menjadi Juli dan Agustus yang jumlah harimya sama yaitu 31 hari
Penanggalan
hasil koreksian ini dinamakan penanggalan Julian dan menjadi dasar kalender
Masehi sekarangPada tahun 325 M (370 tahun setelah tarikh Julian) diadakan
rapat gereja di Nicea untuk mengoreksi ketetapan tarikh Julian. Satu tahun pada
tarikh Julian =365,35 hari padahal sebenarnya peredaran matahari per tehun
adalah 365,2422 hari. Hal ini berarti ada selisih 0,0078 hari atau 1/128 hari =
11,23 menit dalam satu tahun. Perbedaan tersebut akan menjadi satu hari dalam
128 tahun. Oleh karena itu, pada saat diadakan rapat gereja itu peradaban sudah
mencapai 3 hari, yakni 370 : 128 x 1 hari=2,8906 hari. Dengan demikian,
permulaan musim bunga yang semula ditetapkan tanggal 24 Maret dimajukan 3 hari
menjadi tanggal 21 Maret.
Perubahan
dan koreksi terhadap tarikh Julian kemudian juga dilakukan setelah lama
berselang oleh Paus Gregorius XXI pada tahun 1582 M, atas saran astronom
Klavius setelah muncul keraguan akan saat-saat penentuan wafatnya Isa al-Masih.
Maka, pada tanggal 4 Oktober 1582, ia
memerintahkan agar harinya tidak lagi tanggal 5 Oktober 1582 akan tetapi loncat
10 hari jadi tanggal 15 Oktober 1582. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi keraguan
bahwa peringatan wafatnya Isa al-Masih dilakukan sesuai dengan keadaan
sesungguhnya yaitu jatuh pada bulan purnama segera setelah matahari melintasi
titik Aries.Selain itu, koreksi juga dilakukan terhadap ketentuan tahun-tahun
abadi yang sebelumnya disamakan dengan tahun-tahun biasa yaitu tahun 1700,
1800, dan 1900 dst termasuk kabisat bila habis dibagi 400, maka termasuk tahun
basithoh. Untuk itu, dalam perhitungan tarikh masehi ini akan dikurangi 13 hari
dengan perincian 10+ 3 = 13. Angka 10 didapat dari “lompat 10 hari” yaitu 5
Oktober 1582 loncat ke 15 Oktober 1582 dan angka 3 didapat dari tahun-tahun
abadi ( tahun 1700, tahun 1800, dan tahun 1900) yang semula dianggap termasuk
tahun kabisat karena habis dibagi 4 oleh Gregorius diubah menjadi tahun
basithoh karena tidak habis dibagi 400 bukan 4. Inilah yang kemudian dikenal
dengan istilah koreksi Gregorian Ketentuan tarikh Gregorian itu selengkapnya adalah sebagai
berikut.1.Permulaan tarikh Gregorian dimulai sejak tahun kelahiran Nabi Isa AS
yaitu 1 Januari tahun 1 jam 00:00 (saat matahari berada pada kulminasi
bawah).2.Tahun-tahun yang bukan termasuk tahun abadi baru bisa disebut tahun
kabisat bila habis dibagi 4. Apabila tidak maka disebut tahun basithoh dengan
ketentuan satu hari kelebihan dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Februari.
Oleh karena itu jumlah hari dalam bulan Februari terkadang 28 hari bila
termasuk tahun basithah dan 29hari bila termasuk tahun kabisat.3.Jumlah hari
dalam satu tahun untuk tahun kabisat 366 hari dan untuk tahun basithah 365
hari.4.Jumlah hari dalam satu bulan dapat berubah-ubah antara 31 dan 30 hari
kecuali bulan Februari. Bulan Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober dan
Desember jumlah harinya 31 hari, sedangkan untuk bulan April, Juni, September,
dan Nopemberberjumlah 30 hari.
Oleh
karena dalam tarikh Masehi ini ditetapkan ada satu tahun kabisat dalam setiap
empat tahun (daur), maka jumlah hari dalam satu daurnya adalah 365 hari x 3
ditambah 366 hari= 1461 hari.b.Perhitungan Tahun Masehi1)Tahun Sideris (Tahun
Bintang)Sebagaimana telah diketahui bahwa tahun Syamsiah/Masehi itu didasarkan
pada peredaran semu matahari pada ekliptiknyasepanjang tahun. Matahari bergeser
disepanjang ekliptika itu di antara bintang-bintang yang bertaburan
sepanjanglingkaran ekliptika matahari itu. Gugusan-gugusan bintang itu dinamai
dengan zodiak atau buruj. Sesuai dengan namanya, maka sebagian dari
bintang-bintang itu terdiri dari nama-nama hewan (zoo=hewan). Ekliptika
matahari tersebut dibagi atas 12 zodiak yang besarnya masing-masing zodiak
adalah 300 yang ditempuh oleh matahari dalam waktu sebulan, dengan arah
pergeseran pada ekliptika adalah dari barat ke timur, atau berlawanan dengan
putaran semu hariannya, yaitu dari Timur ke Barat.Jika salah satu di antara
bintang-bintang pada lingkaran ekliptika ini kita ambil sebagai titik permulaan
bergesernya matahari, maka tatkala matahari itu kembali lagike titik permulaan
tadi, berarti matahari telah menempuh penuh sekali putar pada lingkaran
ekliptika yang besarnya 3.600 bintang, lamanya 365,25636 hari = 365 hari 6 jam 9
menit 9 detik.2)Tahun Tropis (Tahun Musim).
Menurut
penelitian para ahli Astronomic telah mengetahui bahwa titik Aries (Titik musim
bunga) yaitu salah satu di antara dua titik perpotongan lingkaran ekliptika
dengan equator langit, melakukan pergeseran pada lingkaran ekliptika dengan
yang lamanya 26.000 tahun skali putar penuh. Jadi satu tahun ditempuh hanya
0’50’’ saja.pergeseran ini disebut pressessi titik Aries. Sebabnya karena titik
Aries itu berputar dengan arah Timur ke Barat (Positif), sedangkan matahari
bergeser dengan arah Barat ke Timur (Negatif), maka titik Aries pun bergeser
seolah-olah menyongsong kedatangan matahari, maka titik tempat berimpitmya
matahari dengan titik Aries tidak tetap, melainkan bergeser pula sejauh
0’0’50’’ = 0,01396 pada busur ekliptika tiap tahun dengan arah positif.Maka
waktu yang berlangsung antara dua kedudukan matahari yang sama dan
berturut-turut terhadap titik Aries adalah:360 x 365,25636 hari = 365,24220
hari360 + 0,01396= 365 hari, 5 jam 48 menit 46 detik.Jadi perbedaan panjang
tahun dengan tahun tropis = 365,25636 hari – 365,24220 hari = 0,001416 hari =
20 menit 23 detik setiap tahun. Inilah yang yang menjadi kacaunya Yulian 5 Jam
48 menit 46 detik. Jadi perbedaan panjang tahun Syderis dengan tahun tropis =
365,25636 hari – 365,24220 hari = 0,001416 hari = 20 menit 23 detik setiap
tahun. Inilah yang menjadi kacaunya tahun Yulian, yang kemudian diperbaiki oleh
Greogorius XIII setelah 16 abad lamanya
b.
Sistem
Perhitungan Penanggalan Masehi melakukan perhitungan untuk menentukan hari dan
pasaran untuk tiap-tiap awal bulan masehi.
Perhitungan
untuk mencari hari dan pasaran ini dapat dilakukan dengan beberapa cara; Antara
lain:1)Ketentuan Umuma)1 tahun masehi = 365 hari (basithoh), februari = 28 hari
atau 366 hari (kabisat), februari = 29 hari.b)Tahun kabisat adalah bilangan
tahun yang habis dibagi 4 (misalnya 1992, 1996, 2000, 2004), kecuali bilangan
abad yang tidak habis dibagi 4 (misalnya 1700, 1800, 1900, 2100 dst), selain
itu adalah basithohc)1 siklus = 4 tahun (1461 hari).d)penyesuaian akibat
anggaran Gregorius sebanyak 10 hari sejak 15 oktober 1582 M serta penambahan 1
hari pada setiap bilangan abad yang tidak habis dibagi 4 sejak tanggal
tersebut, sehingga sejak tahun 1900 sampai 2099 ada penambahan koreksi 13 hari (10
+ 3).2)Menghitung Hari dan PasaranMenghitung hari dan pasaran pada tanggal 1
januari suatu tauhn dengan cara:a)Tentukan tahun yang akan dihitungb)Hitung
tahun tam, yakni tahun yang bersangkutan dikurangi satu.c)Hitung berapa siklus
selama tahun tam tersebut, yakni interval (tahun tam : 4)d)Hitung berapa tahun
kelebihan dari sejumlah siklus tersebute)Hitung berapa hari selama siklus yang
ada, yakni siklus x 1461 harif)Hitung berapa hari selama tahun kelebihan
tersebut, yakni kelebihan tahun x 365 hari atau 1 tahun = 365 hari, 2 tahun =
730 hari, 3 tahun = 1095 hari, 4 tahun = 1461 hari.g)Jumlahkan hari-hari
tersebut dan tambahkan 1 (tanggal 1 januari)h)Kurangi dengan koreksi Gregorian,
yakni 10 + … harii)Jumlah hari kemudian dibagi 7, selebihnyadihitung mulai hari
sabtu atau 1 = sabtu, 2 = ahad, 3 =senin, 4 = selasa, 5 = rabu, 6 = kamis, 7 =
jum’at, 0 = jum’atj)Jumlah hari kemudian dibagi 5, selebihnyadihitung mulai
pasaran kliwon atau 1 = kliwon, 2 = legi, 3 =pahing, 4 = pon, 5 = wage, 0 =
wage.3)ContohPerhitunganTanggal 1 januari 2004 MWaktu yang telah dilalui = 2003
tahun, lebih 1 hari atau 2003 : 4 = 500 siklus, lebih 3 tahun, lebih satu
hari.500 siklus = 2003
tahun x 1461 hari = 730500 hari3
tahun = 3 x 365
hari = 1095 hari1 hari= 1 hariJumlah
= 731596 hariKoreksi Gregorius
= 10 + 3= 13
hariJumlah
= 731583 hari731583 : 7 = 104551, lebih 6 = kamis, (dihitung mulai
sabtu)731583 : 5 = 146316, lebih 3 = Pahing,(dihitung mulai kliwon)Jadi tanggal
1 januari 2004 jatuh pada hari kamis pahing.Setelah hari dan pasaran pada
tanggal 1 januari pada suatu tahun sudah diketahui, maka untuk menentukan hari
dan pasaran pada tanggal 1 bulan-bulan berikutnya, dapat digunakan jadwal
berikut ini, tetapi harus diketahui tahun yang dicari itu tahun kabisat atau
basithoh. Berikut jadwal yang dimaksud.
2.2.
Sistem Penanggalan Hijriah
Setiap
kali memperingati tahun baru, orang umumnya menunggu tengah malam sebagai
pergantian tahunm karena dalam sistem penanggalan syamsiyah atau
peninggalan matahari pergantian itu memang terjadi tepat pada pukul 24.00.
sementara pergantian hari dan tanggal dalam sistem kalender Islam ialah
maghrib, karena menunggunakan sistem penanggalan qamariyah.
Sistem
penanggalan Islam yang kemudaian dikenal dengan kalender Hijriah itu dimulai
dengan peristiwa Hijrah – yaitu peristiwa berkenaan dengan kepindahan Rasulullah
s.a.w dan para sahabat beliau dari Makkah ke Yastrib, yang kemudian diubah
namanya oleh Rasulullah menjadi Madinah. Sedangkan yang menetapkan Hijrah itu
sendiri sebagai permulaan kalender Islam bukanlah Nabi, melainkan Umar Ibn
Khattab, sahabat Nabi dan juga khalifah kedua yang dikenal mempunyai banyak
reputasi dan pelopor dalam beberapa hal.
Kalender
Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa Arab: التقويم
الهجري; at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat
Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan
ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender
Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun di mana terjadi
peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622
M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga
digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan
peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender
Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.
Penentuan
dimulainya sebuah hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari dan tanggal dimulai
pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah,
sebuah hari dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender
Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik
bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708
hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar
11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.Faktanya, siklus sinodik bulan
bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada
posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian
dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh
antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak
terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang
berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige
(jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan
berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit
tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari). Penentuan awal bulan (new moon) ditandai
dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal)
setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam
sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk
barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada
bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan
mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya
tergantung pada penampakan hilal.
Penetapan
kalender Hijriyah dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin Khatab, yang
menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender
Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari.
Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana Wata'ala:
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa. ”- At
Taubah(9):36 -
Sebelumnya,
orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan
dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak menetapkan ini tahun
berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita mengetahui bahwa kelahiran
Rasulullah SAW adalah pada tahun gajah.Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu
gubernur pada zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin
yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya
tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan
beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin
Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair
bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah mengenai
kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga
yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang
diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum
hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju
dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam
adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam
kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku
pada masa itu di wilayah Arab.
Kalender Hijriyah
terdiri dari 12 bulan:
No
|
Nama Bulan
|
Hari
|
1
|
Muharram
|
30
|
2
|
Safar
|
29
|
3
|
Rabiul Awal
|
30
|
4
|
Rabiul Akhir
|
29
|
5
|
Jumadil Awal
|
30
|
6
|
Jumadil Akhir
|
29
|
7
|
Rajab
|
30
|
8
|
Syaban
|
29
|
9
|
Ramadhan
|
30
|
10
|
Syawal
|
29
|
11
|
Dzulkaidah
|
30
|
12
|
Dzulhijah
|
29 atau 30
|
Total
|
354 atau 355
|
Kalender
Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan terbenamnya Matahari,
berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam.
Berikut adalah nama-nama hari:
a.
Al-Ahad
(Minggu)
b.
Al-Itsnayn
(Senin)
c.
Ats-Tsalaatsa'
(Selasa)
d.
Al-Arbaa-a
/ Ar-Raabi' (Rabu)
e.
Al-Khamsah
(Kamis)
f.
Al-Jumu'ah
(Jumat)
g.
As-Sabt
(Sabtu)
Penentuan
kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Namun, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada sejak zaman
pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.
Sebelum
datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara
Bulan (komariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan
untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari
(interkalasi).Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun
dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting pada tahun tersebut. Misalnya,
tahun di mana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah",
karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah
yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum,
kini termasuk wilayah Ethiopia).
Pada
era kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam digunakan. Pada tahun ke-9
setelah Hijrah, turun ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang menambahkan
hari (interkalasi) pada sistem penanggalan. Setelah
wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam. Ada
yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad sebagai awal patokan
penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam
adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.
Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin
Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun di mana hijrahnya
Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Penentuan
awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan
(interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharram Tahun 1 Hijriah
bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal
hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan
September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah
papirus di Mesir pada tahun 22 H, PERF 558.
Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:
Penanggalan
|
Hari
|
Keterangan
|
|
1
|
1 Muharram
|
Tahun Baru Hijriyah
|
Tahun baru umat Islam
|
10 Muharram
|
Hari Asyura
|
Saat Nabi Adam diciptakan, dan saat di mana ia bertaubat
Saat bahtera Nabi Nuh mendarat
Saat Nabi Idris diangkat ke Surga
Saat Nabi Ibrahim selamat dari api Namrudz
dan banyak lagi
|
|
12 Rabiul
Awal
|
Maulud Nabi Muhammad
|
Hari kelahiran Nabi Muhammad
|
|
27 Rajab
|
Isra Miraj
|
||
1 Ramadhan
|
Puasa
|
Satu bulan penuh umat Islam menjalankan Puasa di bulan Ramadan
|
|
17 Ramadhan
|
Nuzulul Quran
|
Pertama kali Al Quran diturunkan
|
|
10 hari ganjil terakhir Ramadan
|
Lailatul Qadar
|
Malam penuh kemuliaan di bulan Ramadhan
|
|
1 Syawal
|
Idul Fitri
|
Hari Raya Idul Fitri
|
|
8 Dzulhijjah
|
Hari Tarwiyah
|
Umat Islam yang berhaji, berangkat menuju Mina
Saat Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anaknya Nabi Ismail
|
|
9 Dzulhijjah
|
Wukuf
|
Wukuf di Padang Arafah
|
|
10 Dzulhijjah
|
Idul Adha
|
Hari Raya Idul Adha
|
|
11, 12, 13 Dzulhijjah
|
Hari Tasyriq
|
Rukyat
adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni mengamati penampakan bulan
sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat
dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.
Sedangkan
hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara
matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan
di mana hilal (bulan sabit pertama setelah bulan baru) dapat terlihat. Hisab
seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.
Penentuan
awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan
ibadah, seperti bulan Ramadan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan
sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta
Dzulhijjah (di mana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari
Raya Idul Adha). Penentuan kapan hilal dapat terlihat, menjadi motivasi
ketertarikan umat Islam dalam astronomi. Ini menjadi salah satu pendorong
mengapa Islam menjadi salah satu pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains,
lepas dari astrologi pada Abad Pertengahan. Sebagian umat
Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan
benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal).
Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan
melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati
hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga
seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya
perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul
Fitri.
Menurut
perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun Kalender Hijriyah, terdapat 11 tahun
kabisat dengan jumlah hari sebanyak 355 hari, dan 19 tahun dengan jumlah hari
sebanyak 354 hari. Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup akurat hingga
satu hari dalam sekitar 2500 tahun. Sedangkan dalam jangka pendek, siklus ini
memiliki deviasi 1-2 hari. Microsoft menggunakan Algoritma Kuwait untuk mengkonversi Kalender
Gregorian ke Kalender Hijriyah. Algoritma ini diklaim berbasis analisis
statistik data historis dari Kuwait, namun dalam kenyataannya adalah salah satu
variasi dari Kalender Hijriyah tabular. Untuk konversi
secara kasar dari Kalender Hijriyah ke Kalender Masehi (Gregorian), kalikan
tahun Hijriyah dengan 0,97, kemudian tambahkan dengan angka 622. Setiap
33 atau 34 tahun Kalender Hijriyah, satu tahun penuh Kalender Hijriyah akan
terjadi dalam satu tahun Kalender Masehi. Tahun 1429 H lalu terjadi sepenuhnya
pada tahun 2008 M.
Sistem
Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya memiliki
kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender
Saka (berbasis Matahari) yang berasal dari India. Sistem penanggalan ini
digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka),
Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem Kalender
Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar (komariyah).
Namun, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 Saka Kalender
Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa. Berbeda
dengan Kalender Hijriah yang murni menggunakan visibilitas Bulan (moon
visibility) pada penentuan awal bulan (first month), Penanggalan Jawa telah
menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.
2.3.
Sistem Penanggalan Jawa
A.
Sejarah Sistem Penanggalan Jawa
Sebelum beredarnya Kalender Jawa yang seperti saat ini,
di pulau Jawa terutama pada jaman kerajaan Mataram, orang menganut penanggalan
Saka atau Kalender Saka. Kalender ini berasal dari India dan menggunakan
perhitungan bulan dan matahari. Kalender ini masuk ke Indonesia seiring dengan
pengaruh agama Hindu yang mulai masuk ke Indonesia sekitar abad ke 4-5. Di
Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, sistem penanggalan ini di adaptasi lagi
agar sesuai dengan corak penanggalan lokal.
Kalender Jawa atau Penanggalan Jawa adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan
Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya dan yang mendapat pengaruhnya.
Penanggalan ini memiliki keistimewaan karena memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat. Sistem
kalender Jawa memakai dua siklus hari: siklus mingguan yang terdiri dari tujuh
hari (Ahad sampai Sabtu) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari
pasaran. Pada tahun 1625 Masehi (1547 Saka), Sultan Agung dari Mataram berusaha keras menanamkan agama Islam di
Jawa. Salah satu upayanya adalah mengeluarkan dekret yang mengganti penanggalan Saka yang berbasis perputaran
matahari dengan sistem kalender kamariah atau lunar (berbasis perputaran
bulan). Uniknya, angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak
menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1035 H). Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan,
sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1547 Saka diteruskan menjadi tahun
1547 Jawa. Dekret Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan Mataram:
seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (Balambangan). Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk
wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut
mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.
Sekarang
masa Sultan Agung sudah lama berselang, banyak kalangan yang berpendapat bahwa Penanggalan
Jawa sudah waktunya perlu diadakan perubahan atau penyesuaian dengan
perkembangan jaman, supaya tetap elegan dan flexibel
di segala jaman. Tetapi supaya tetap tidak kehilangan roh atau jatidiri dalam
mengadakan perubahan tersebut jangan merubah makna dan filosofi aslinya,
seperti yang terjadi dalam sejarah terjadinya perubahan Penanggalan Jawa. Walau
perubahan tersebut berkali-kali, tetapi tetap tidak merubah makna dan filsafat
aslinya. Barangkali karena perubahan yang dilakukan Sultan Agung Hanyakrakusuma
cukup signifikan, sehingga mengakibatkan keterpurukan bangsa ini semakin parah sejak runtuhnya Majapahit, dan
sampai sekarang keterpurukan itu belum pulih karena akibat dari
hilangnya Jatidiri bangsa ini. Sementara
itu, mulai masa Sultan Agung sampai sekarang, belum ada yang berani melakukan
perubahan atau penyesuaian. Ada yang berpendapat kalau Penanggalan Jawa seharusnya setiap 75 atau 120
tahun sekali harus diadakan penyesuaian. Ada yang berpendapat, kalau sekarang
dekade perhitungan tahun ABOGE sudah berakhir dan sudah seharusnya diganti
decade perhitungan tahun ASOPON. Terlepas dari berbagai pendapat tersebut,
lebih baik demi kembalinya sebuah Jati Diri bangsa, karena bangsa
yang besar adalah bangsa yang punya dan kuat Jati diri nya. lebih
baik kita kembali pada Penanggalan Jawa
asli yang diciptakan oleh Mpu Hubayun (911 SM) dan kita usahakan menjadi kalender nasional
atau bahkan kalender internasional, karena Jawa adalah Global genius, bukan Local
genius. Dengan pertimbangan :
a.
Penanggalan Jawa Mpu Hubayun adalah
Penanggalan Jawa asli dan yang pertama atau tertua (911 SM).
b. Kalender yang penuh dengan nilai-nilai filosofi tinggi, yang menandakan
bangsa kita adalah bangsa yang besar. Sehingga
kalau bisa Penanggalan Jawa diangkat menjadi Kalender Nasional Negara
Indonesia. Karena tidak semua bangsa dan negara di
dunia memiliki kalender sendiri.
c. Kalender yang mengarah pada keselarasan atau keharmonian alam semesta, karena berdasarkan proses awal
terjadinya alam semesta (Sangkan Dumadining Bhawana).
d. Penanggalan Jawa yang selaras dengan aksara Jawa, Sangkan Dumadining
Bhawana dan Sangkan paraning Dumadi.
e. Satu-satunya kalender di dunia yang mengakomodasi makrokosmos dan
mikrokosmos, sehingga tidak sekedar kalender yang hanya memakai hitungan angka.
f. Penanggalan Jawa harus berdiri diatas semua golongan (agama,suku). Karena makna kata Jawa itu sendiri
tidak bermakna sukuisme maupun kedaerahan (teritorial).
Sedangkan Penanggalan Jawa Sultan Agung, selain adanya polemik dengan berbagai
pendapat yang berbeda juga terlalu banyak mengadopsi pengaruh Islam. Sehingga
orang yang tidak memeluk agama Islam, muncul perasaan tidak merasa ikut
memiliki, sedang pemeluk agama Islam sendiri
juga banyak yang tidak merasa memiliki karena dianggapnya peninggalan
agama Hindhu. Semua itu berakibat
hilangnya nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, guyub-rukun, yang menjadi
ciri-khas bangsa kita. Akibatnya sekarang ini banyak orang yang sudah tidak
mengenal lagi atau sudah tidak peduli pada Penanggalan Jawa, aksara Jawa dan
Budaya Jawa.
g. Kalender atau penanggalan adalah simbol kehidupan sehari-hari, sementara
kalender yang ada sekarang ini dan menjadi kalender resmi nasional negara
Indonesia, tercetak angka besar kalender Masehi dan angka kecil kalender Hijriah.
Tanpa kita sadari sudah cukup lama ada kekuatan tertentu yang ingin
menghancurkan Indonesia dengan berawal menghilangkan simbol kehidupan
sehari-hari. Alhasil sekarang ini secara umum bangsa kita merasa malu, hina dan
tidak bangga menggunakan simbol-simbol Nusantara dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga terpuruklah bangsa kita sekarang ini.
B. Penetapan Hari dan Pasaran pada Penanggalan Jawa
Sebelum masuknya pengaruh islam pada sistem penanggalan
Jawa, orang Jawa mengenal pekan yang jumlahnya berbeda-beda (tidak hanya 7 hari
saja). Jumlahnya adalah antara 2 hingga 9 hari. Pekan-pekan ini memiliki
nama dwiwara (untuk 2 hari), triwara (3 hari), caturwara (4 hari), pancawara (5
hari), sadwara (6 hari), astawara (8 hari) dan sangawara (9 hari). Pada zaman
sekarang, jumlah pekan yang digunakan pada umumnya adalah pekan yang terdiri
dari 5 hari (sistem pasaran) dan 7 hari.
1)
Sistem 7 hari yang ditetapkan :
a.
Hari
ke-1 berdasarkan Surya disebut Radite atau Rawiwara
sekarang Minggu (Dipengaruhi Planet Matahari), naptunya 5.
- Hari
ke-2 berdasarkan Rembulan disebut Suma atau Sumawara sekarang Senen (Dipengaruhi Planet Bulan), naptunya 4.
- Hari ke-3 berdasarkan Kartika-I disebut Anggara atau Manggala sekarang Selasa (Dipengaruhi Planet Mars), naptunya 3.
- Hari
ke-4 berdasarkan Pertiwi disebut Buda atau Pertala sekarang Rabu
(Dipengaruhi Planet Bumi), naptunya 6.
- Hari
ke-5 berdasarkan Kartika-II disebut
Respati sekarang Kamis
(Dipengaruhi Planet Jupiter), naptunya 8.
- Hari ke-6 berdasarkan Kartika-IV disebut Sukra sekarang Jum’at (Dipengaruhi Planet Uranus dan Venus), naptunya 6.
- Hari
ke-7 berdasarkan Kartika-III disebut Tumpak sekarang Sabtu (Dipengaruhi Planet Saturnus), naptunya 9.
2)
Sistem 5 hari (pasaran) yang ditetapkan :
a.
Cahaya
berwarna Putih disebut Pethakan
sekarang disebut Manis/Legi, unsur Udara atau Oksigen. Naptunya 5.
- Cahaya
berwarna Merah disebut Abritan
sekarang disebut Jenar/Pahing, unsur Api atau Nitrogen. Naptunya 9.
- Cahaya
berwarna Kuning disebut Jene’an
sekarang disebut Palguna/Pon, unsur Cahaya atau
Foton. Naptunya 7.
- Cahaya
berwarna Hitam disebut Cemengan
sekarang disebut Langking/Wage, unsur Tanah atau
Carbon. Naptunya 4.
- Cahaya berwarna Hijau
disebut Gesang atau pancer disebut
Kasih/Kliwon, unsur air atau Hidrogen. Naptunya 8.
C.
Daftar bulan Jawa Islam
Di bawah ini disajikan nama-nama bulan Jawa Islam.
Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah, dengan nama-nama Arab, namun beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Sela dan kemungkinan juga Sura. Sedangkan
nama Apit dan Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Nama-nama ini adalah nama bulan kamariah atau candra
(lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-hari besar yang ada
dalam bulan hijriah, misalnya Pasa berkaitan dengan puasa Ramadhan, Mulud
berkaitan dengan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal, dan Ruwah berkaitan
dengan Nisfu Sya'ban di mana dianggap amalan dari ruh selama setahun dicatat.
No
|
Penanggalan
Jawa
|
Lama Hari
|
1
|
Sura
|
30
|
2
|
Sapar
|
29
|
3
|
Mulud
|
30
|
4
|
BakdaMulud
|
29
|
5
|
Jumadil Awal
|
30
|
6
|
Jumadil Akhir
|
29
|
7
|
Rajab
|
30
|
8
|
Ruwah
(Sya’ban)
|
29
|
9
|
Pasa
|
30
|
10
|
Syawal
|
29
|
11
|
Sela (Apit)
|
30
|
12
|
Besar
(Dulkahijjah)
|
29/(30)
|
Total
|
354 (355)
|
Nama-nama bulan tersebut adalah sebagai
berikut :
- Warana = Sura, artinya rijal
- Wadana = Sapar, artinya wiwit
- Wijangga = Mulud, artinya kanda
- Wiyana = Bakda Mulud, artinya ambuka
- Widada = Jumadil Awal, artinya wiwara
- Widarpa = Jumadil Akhir, artinya rahsa
- Wilapa = Rejep, artiya purwa
- Wahana = Ruwah, artinya dumadi
- Wanana = Pasa, artinya madya
- Wurana = Sawal, artinya wujud
- Wujana = Sela, artinya wusana
- Wujala = Besar, artinya kosong
Salah satu
kelebihan sistem kalender Islam – Jawa ( yang murni dirumuskan oleh orang –
orang Islam – Jawa), karena sistem kalender ini bersifat hampir “sangat pasti”
dalam ketepatan hitungannya.
2.4.
Sistem Penanggalan Sunda
Penanggalan
Sunda atau kalender Sunda adalah sistem penanggalan atau kalender yang
digunakan oleh masyarakat tradisional Sunda di Nusantara (sekarang Indonesia).
Kalender Sunda atau Kala Sunda sudah ada sebelum kalender Hijriah, Masehi,
bahkan kalender Jawa.
Kalender
Sunda sendiri hampir memiliki jumlah bulan, minggu, dan hari yang sama dengan
kalender Masehi, yang membedakannya ialah penamaan nama bulan, minggu, dan
harinya. Sistem penanggalan Sunda mengenal dua macam tahun, yakni tahun Surya
dan tahun Candra. Masing-masing tahun juga mengenal tahun pendek (Surya 365
hari; Candra 354 hari) dan tahun panjang (Surya 366 hari: Candra 355 hari).
Kala surya saka sunda (tahun surya) mengenal aturan tiga tahun pendek, keempatnya
thun panjang. Akan tetapi setiap tahun yang habis dibagi 128 dijadikan tahun
pendek, akhir tahun surya adalah ketika matahari berada dititik paling selatan.
Kala candra caka sunda (tahun candra) memiliki aturan bahwa dalam sewindu
terdiri dari 8 tahun.
Nenek
moyang Sunda sudah mengenal sistem penyebutan atau penamaan hari dari kalender
Sunda atau Kala Sunda yaitu Saptawara ("sapta" = tujuh,
"wara" = hari atau dinten). Nenek moyang orang Sunda memiliki 2
sistem penanggalan yaitu Candrakala atau Caka adalah penanggalan menurut bulan
digunakan untuk administrasi pemerintahan zaman dulu atau kehidupan sehari-hari
masyarakat Sunda, dan Suryakala atau Saka adalah penanggalan menurut matahari
yang digunakan sebagai penentuan musim bercocok tanam.
Nama
hari dalam Kala Sunda
Minggu
|
Radite
|
Senin
|
Soma
|
Selasa
|
Anggara
|
Rabu
|
Buda
|
Kamis
|
Respati
|
Jumat
|
Sukra
|
Sabtu
|
Tumpek
|
Nama Bulan
dalam Kala Sunda
Masehi
|
Candra Kala
|
Surya Kala
|
Januari
|
Kartika (30)
|
Kasa (30)
|
Februari
|
Margasari
(29)
|
Karo (31)
|
Maret
|
Posya (30)
|
Katiga (30)
|
April
|
Maga (29)
|
Kapat (31)
|
Mei
|
Palguna (30)
|
Kalima (30)
|
Juni
|
Setra (29)
|
Kanem (31)
|
Juli
|
Wesaka (30)
|
Kapitu (30)
|
Agustus
|
Yesta (29)
|
Kawalu (31)
|
September
|
Asada (30)
|
Kasanga (30)
|
Oktober
|
Srawana (29)
|
Kadasa (31)
|
November
|
Badra (30)
|
Hapitlemah
(30)
|
Desember
|
Asuji (29/30)
|
Hapikayu
(30/31)
|
Selain
itu ada juga yang disebut pancawara atau pasaran hari sunda (Manis, Pahing,
Pon, Wage, Kaliwon).
Lebih
kurang 500 tahun, sistem penanggalan Sunda tak lagi akrab dengan masyarakatnya.
Padahal, praktik “hitung-menghitung hari baik” hingga kini tetap dilakukan
orang-orang Sunda yang “pandai”. Malah, orang Sunda sendiri –meski tak
semuanya– merasa belum afdal jika hajat mereka (seperti pernikahan, membangun
rumah, dan sebagainya) tak “dihitung” terlebih dahulu.
Ternyata,
proses “hitung-menghitung” itu bukan berdasarkan sistem penanggalan Sunda,
melainkan sistem penanggalan Jawa hasil pengaruh dari sistem penanggalan India.
Soalnya, itu tadi, sistem penanggalan Sunda tak lagi akrab pada masyarakatnya
sejak kurang lebih 500 tahun silam.
Yayasan
Candra Sangkala menerbitkan kalender Sunda untuk pertama kalinya. Kegiatan yang
berlangsung di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum itu ternyata bertepatan
dengan tahun baru Sunda. Yaitu, Tanggal 18 Januari 2005 bertepatan dengan
tanggal 01 Suklapaksa (parocaang) bulan Kartika tahun 1941 Caka Sunda.
Penerbitan
kalender Sunda itu sebagai hasil kerja keras seorang putra Bandung, Ali
Sastramidjaja (70). Pria yang sempat belajar teknik di Negeri Belanda itu, selama
9 tahun meneliti sistem penanggalan Sunda.
2.5.
Sistem Penanggalan Kolenjar
Urang Kanekes, Orang Kanekes atau orang
Baduy/Badui adalah suatu kelompok
masyarakat adat sub-etnis Sunda di
wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Populasi mereka sekitar 5.000 hingga 8.000 orang, dan mereka merupakan salah
satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Sebutan
"Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada
kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di
bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri
sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai
dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung
mereka seperti Urang Cibeo.
Orang baduy memiliki sistem kalender yang
sesuai benar dengan pola kegiatan pertanian mereka dan memang dipatuhi benar.
Perhitungan kalender mereka berdasarkan pada sistem peredaran bulan, seperti
halnya kalender Islam. Bulan pertama kalender orang Baduy bersamaan dengan awal
kegiatan di huma, yaitu magsa Kapat menurut kalender Jawa.
Ada tiga fungsi kolenjer dalam hal meramal yang
mengacu pada aneka jenis kolenjer itu sendiri. Pertama, Kolenjer indit-inditan
adalah kolenjer yang digunakan untuk menentukkan hari dan arah mana bila hendak
berpergian. Kedua, kolenjer durujana. Kolenjer ini digunakan oleh orang yang
mengalami pencurian, dalam arti mencari siapa pelaku yang telah melakukan
pencurian. Ketiga, kolenjer bajo. Arti kata bajo sendiri adalah bajak laut,
maka kegunaan kolenjer bajo adalah untuk menyerang atau membinaskan orang lain.
Penggunaan kolenjer ini dirahasiakan oleh masyarakat kanekes Baduy di daerah
Banten.
Kalender Baduy termasuk dalam kalender matahari
dimana satu tahun rata-rata sama dengan satu tahun tropis (365 hari matahari 5
jam 48 menit 45.19 detik). Hal ini sangat berguna bagi masyarakat Baduy sebagai
acuan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Selain itu
Kalender Baduy juga termasuk dalam kalender astronomis dimana penentuan awal
tahun dilakukan dengan memperhitungkan faktor pengamatan langit dan pengamatan
musim; tidak hanya mengandalkan sistem penghitungan tertentu (kalender
matematis).
Masyarakat
baduy menggunakan alat yang disebut “kolenjer”. Kolenjer adalah alat
untuk menentukan hari yang baik, arah mana yang harus ditempuh untuk suatu
tujuan oleh seseorang atau sekelompok orang agar maksud dan tujuan yang
diinginkannya dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan. Melalui perhitungan
yang dilakukan oleh bujangga (orang yang dapat menggunakan kolenjer),
saat awal tahun baru sudah dapat ditentukan sebelumnya dan diumumkan sehingga seluruh
warga Baduy mengetahui kapan akan jatuh tanggal 1 Kapat (Sapar) tahun
berikutnya. Hal ini mudah diketahui karena bertepatan dengan pelaksanaan
upacara Seba Laksa.
Kolenjer
terbuat dari papan kecil berukuran 6 X 25 cm, diberi lubang / tanda berupa
titik dan garis yang tidak tembus membentuk kotak atau gambar. Jumlah titik
dalam satu kotak semua tanda yang digoreskan mempunyai arti tertentu dan
tafsiran tersendiri. Dalam kolenjer tersebut tertera urutan hari yang
mempunyai nilainya sendiri dan pasarannya masing – masing. Setiap pasaran
tersebut juga mempunyai nilai.
Penggunaan
kolenjer hanya dapat dilakukan oleh para ahli (bujangga). Orang Baduy
yang awam tetap berpedoman kepada tradisi warisan leluhur yang sudah terbiasa
dalam kehidupan sehari – hari, misalnya saat menentukan awal tahun dengan
memperhatikan awal kemunculan bentang kidang di ufuk timur pada waktu
shubuh. Oleh karena rasi bintang itu terpotong oleh garis equator tepat pada
tengah – tengahnya, pada waktu subuh mudah pula dilihat posisi titik terbit
matahari terhadap garis equator yang dalam pengamatan orang awam dihitung
menurut posisi kiri atau kanan.
Apabila
titik terbit matahari berada di sebelah kiri dari arah dia memandang (berarti
sebelah kanan dari bintang), maka matahari sudah bergeser ke utara. Masyarakat
Baduy menyebutnya “matapoe geus dengdek ngaler” (matahari condong ke
utara).
Namun
dalam kenyataan sehari – hari, orang Baduy tidak perlu bangun subuh untuk
melihat bentang kidang. Dari pengalaman praktisnya mereka memanfaatkan pula
gejala alam lainnya. Ada sejenis “laba – laba rumput: (bersarang pada
rerumputan) yang sarangnya jadi berlubang (bolong) pada saat kemunculan bentang
kendang. Gejala inilah yang dimanfaatkan. Apabila tampak sarang laba – laba
tersebut, itulah tanda awal munculnya bentang kidang. Jenis laba – laba itu
diberinya nama “lancah kudang” (laba – laba kijang).
Sebagaimana
kalender lain, Kalender Baduy juga mengenal sistem tujuh hari dalam satu pekan
(saptawara) yang terdiri dari : Ahad, Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Jumat, dan
Saptu.
Ada 12 bulan dalam Kalender Baduy yang masing-masing terdiri
dari 30 hari, yaitu :
a.
Bulan ke – 1 : Kapat
atau Sapar
b.
Bulan ke – 2 : Kalima
c.
Bulan ke – 3 : Kanem
d.
Bulan ke – 4 : Katujuh
e.
Bulan ke – 5 : Kadalapan
f.
Bulan ke – 6 : Kasalapan
g.
Bulan ke – 7 : Kasapuluh
h.
Bulan ke – 8 : Hapit
kayu
i.
Bulan ke – 9 :Hapit
lemah
j.
Bulan ke – 10 : Kasa
k.
Bulan ke – 11: Karo
l.
Bulan ke –12 : Katiga
Sesungguhnya jumlah bulan pada kalender orang Baduy adalah 10
bulan yang lama tiap bulan masing – masing 30 hari. tetapi untuk penyesuaian
dengan masa kemunculan rasi bintang pada posisi tertentu yaitu 359 hari, maka
disisipkanlah dua bulan, yaitu bulan ke – 8 dan ke – 9 dengan diberi nama Hapit
Kayu dan hapit lemah. Arti harfiah hapit adalah panjang atau kabisat.
Karena hanya ada 30 hari dalam setiap bulan, maka ada selisih
lima hari atau enam hari antara Kalender Baduy dengan tahun tropis. Selisih ini
tidak termasuk dalam tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Hari-hari ini
disebut hari-hari yang diwagekeun. Tahun baru jatuh pada tanggal satu bulan
Kapat / Sapar dan tidak boleh tertepatan dengan hari Jumat atau Minggu atau
Senin. Karena itu jika tahun baru jatuh pada hari-hari tersebut maka akan
digeser ke hari Kamis atau Sabtu atau Selasa yang berdekatan. Peristiwa
ngawagekeun tidak terjadi setiap tahun dan hari-hari yang diwagekeun pun tidak
selalu tetap jumlahnya tergantung pada hasil penghitungan dari rapat adat.
Selain itu, jika pada bulan Hapit Kayu belum bisa dilakukan mipit (panen padi
pertama di huma serang oleh istri girang seurat) maka rapat adat akan
memutuskan apakah mipit akan tetap dilakukan atau diundur. Jika rapat adat
memutuskan bahwa mipit diundur, maka akan terjadi ninggal bulan yang berarti
tahun berjalan terdiri dari 13 bulan.
Selain mengandalkan penghitungan kalender, Suku Baduy juga
melakukan pengamatan astronomis untuk mematok kalender berjalan dan menentukan
waktu yang tepat dalam kegiatan pertanian. Rasi bintang yang sangat penting
bagi masyarakat Baduy yaitu rasi bintang Orion (atau Bintang Kidang atau
Bintang Waluku atau Bintang Bajak atau Guru Desa) dan rasi bintang Pleiades
(atau Bintang Kartika atau Bintang Gumarang). Bintang Kartika biasanya muncul
dua pekan sebelum munculnya Bintang Kidang ketika matahari berada di belahan
bumi utara. Menurut masyarakat Baduy, pada saat itulah tanah sedang dingin.
Sebaliknya, ketika Bintang Kidang mulai terbenam di cakrawala barat dan tidak
dapat terlihat adalah saat yang tidak tepat untuk menanam padi karena tanah
sedang panas dan banyak serangga hama.
Di antara keduanya, Bintang Kidang memegang peranan paling
penting bagi kegiatan berladang di huma serang yang merupakan ladang komunal
Suku Baduy dan selalu menjadi acuan bagi kegiatan berladang di ladang huma
puun, huma girang seurat, huma tangtu, huma tuladan, dan huma panamping.
Pentingnya Bintang Kidang nampak dalam ungkapan berikut yang menggambarkan
posisi ketinggian Bintang Kidang dari cakrawala timur pada saat matahari terbit
:
a.
Tanggal kidang turun kujang : Ketika Kidang muncul, pisau
kujang digunakan. Walaupun Orion sudah muncul pada awal Maret, pembersihan
semak di huma serang baru dilakukan pada bulan Kalima (Mei - Juni).
b.
Kidang ngarangsang kudu ngahuru : Ketika Kidang mulai naik,
harus membakar semak. Walaupun Orion sudah mulai naik pada tengah April,
pembakaran semak di huma serang dilakukan pada bulan Kanem (Juni – Juli).
c.
Kidang mancer kudu ngaseuk : Ketika Kidang di atas kepala,
harus menanam padi. Walaupun Orion sudah di zenith pada awal Juni, penanaman
padi di huma serang dilakukan pada bulan Katujuh (Juli - Agustus).
d.
Kidang marem turun kungkang : Ketika Kidang sudah padam,
turunlah serangga hama. Karena Orion terbenam pada awal September, penanaman
padi di huma serang pun tidak boleh melampaui bulan Kadalapan (Agustus -
September).
Hingga saat ini belum ada catatan sejarah khusus mengenai
kapan awal mula kolenjer dikenal oleh masyarakat Kanekes, namun hal yang pasti
bahwa Kolenjer sudah digunakan sejak lama oleh masyarakat kanekes. Hal ini
sangat masuk akal karena kolenjer telah menjadi alat atau ilmu pengetahuan yang
bersentuhan dengan kehidupan keseharian masyarakat Kanekes. Pengetahuan akan
kolenjer menjadi penting bagi masyarakat Kanekes, sama halnya dengan kalender
Gregorian di masyarakat kita pada umumnya. Dalam beberapa artikel yang ditulis
mengenai masyarakat Kanekes atau Baduy, sering kali mengaitkan kolenjer dengan
pengetahuan bahasa sunda kuno.
Adapun dalam Peraturan Desa Kanekes nomor 1 tahun 2007 yang
dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Lebak Banten, menyebutkan dalam Bab 1, pasal 1
(mengenai peristilahan), bahwa Kolenjer adalah kalender atau sistem penanggalan
yang digunakan masyarakat adat Kanekes dan berlaku secara turun-temurun.
BAB
III
KESIMPULAN
Sebuah
kalender adalah sebuah sistem untuk memberi nama pada sebuah periode waktu
(seperti hari sebagai contohnya). Nama-nama ini dikenal sebagai tanggal
kalender. Tanggal ini bisa didasarkan dari gerakan-gerakan benda angkasa
seperti matahari dan bulan. Kalender juga dapat mengacu kepada alat yang
mengilustrasikan sistem tersebut (sebagai contoh, sebuah kalender dinding).
Sistem
penanggalan Indonesia pada umumnya berdasarkan kalender Masehi. Semua orang
sudah lazim menggunakannya. Tetapi sebenarnya, beberapa etnis atau agama di
tanah air kita ini memiliki sistem kalender tersendiri yang mereka aplikasikan
hingga kini.
Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa sistem penanggalan atau kalender yang ada di
Indonesia, diantaranya : Sistem penanggalan Masehi, Hijriah, Sunda, Jawa dan Kolenja.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat
jendral kebudayaan. 2007. Studi tentang religi masyarakat Baduy di desa
kanekes di provisnsi banten. Jakarta : dir jen keb
Garna, Y. 1993. Masyarakat
Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia, Editor:
Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta:
Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial
dengan Gramedia Pustaka Utama.
Majid,
Nurcholish. 2002. Fatsoen. Jakarta : Republika
Solikhin,
Muhammad. 2010. Misteri Bulsn Suro Perspektif islam Jawa. Yogyakarta :
Narasi
https://artshangkala.wordpress.com/2009/09/02/kalender-sunda-dan-revisi-sejarah/,
diunduh pada 10 Oktober 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa,
diunduh pada tanggal 11 Oktober 2016.
http://what-is-java.org/sejarah-filsafat-aksara-dan-kalender-jawa/,
diunduh pada tanggal 11 Oktober 2016.
http://www.kalenderjawa.com/mvc/page/view,
diunduh pada tanggal 11 Oktober 2016.
http://www.kaskus.co.id/thread/509abca81cd7196507000050/kala-sunda---sistem-penanggalan-sunda/,
diunduh pada 10 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar